Pergantian tahun kemarin, aku menghabiskan
waktu disebuah kampung halaman. Kampung yang sangat sederhana, dan jauh dari
kata metropolitan. Tidak ada gedung yang
bertingkat, tidak ada mall-mall serta cafe-cafe , bahkan disana tidak ada sorak
sorai kemacetan. Mungkin
hal itu semua yang selalu aku rindukan, suasana yang penuh dengan kedamaian dan
kekeluargaan.
Ohiya
kampung saya berada disebuah perbatasan antara lampung dan palembang, tetapi
kampung saya sudah masuk kedalam wilayah
palembang sumatera selatan. Yaa.. kota pempek, jembatan ampera, dan sungai
musi. Ikon dari kota palembang. Tetapi sayang kampung halaman saya jauh dari
pusat perkotaan.. Harus menempuh
berjam-jam untuk berada di titik tengah perkotaan.
Nama
kampung saya Dusun Sungai Ceper, entahh..
siapa yang memberi nama, yang jelas disana terbentang subuah sungai besar nan luas, mungkin aku sering sebut itu adalah
anak lautan.
Sungai itu sangat luas dan sungai itulah yang menyatukan
bermacam-macam desa, satu sungai tetapi beda desa, disana tidak ada kendaraan
darat. Semua menggunakan kendaraan air karena memang sungai itulah yang menjadi
akses masyarakat sana untuk beraktifitas.
Setiap
setahun sekali saya dan keluarga pasti pergi berkunjung kesana untuk menemui
sanak saudara, paman, bibi, serta sepupu-sepupu yang selalu saya rindukan.
Karena orang tua saya selalu mengajarkan saya agar tidak pernah memutuskan tali
silahturahmi.
Desa saya indah, sungguh sangat indah, tetapi
saya sedih.. wilayah itu sangat jauh dari pusat perhatian pemerintah. Entah..
dimana pemerintah-pemerintah itu, bahkan untuk listrik pun wilayah itu sangat
kesulitan untuk mendapatkannya. Tahun-tahun lalu masyarakat sana mendapatkan
listrik dari bantuan PLTD (pembangkit listrik tenaga disel) memprihatinkan,
tetapi PLTD kini dihentikan di tahun 2015. Dan mereka beralih ke listrik pada
umumnya yang baru di terapkan, tetapi lagi-lagi saya ucapkan memprihatinkan,
karena apa? Mereka hanya bisa menikmati listrik itu dari jam 16.00 s/d 23.00,
ya hanya lima jam. Dan pagi jam 05.00 s/d 06.00, sedangkan di jam lain semua
listrik padam. Dan yang lebih menyedihkannya lagi mereka harus membayar
10rb/hari, bayangkan jika 1bulan mereka menikmati listrik maka mereka harus
membayar 300rb/bulan. Sedangkan mayoritas masyarakat sana tidak memiliki
elektonik berarti. Mereka tidak memiliki AC, kulkas, bahkan mesin cuci. Yang
mereka miliki hanya lampu dan televisi. Semoga pemerintah setempat lebih
memperhatikan lagi wilayah itu.
Masyarakat
sana sebagian besar adalah seorang buruh kayu dihutan, para nelayan, dan para
petani. Dengan pekerjaan itu mereka dapat membiayai hidup. Dan saya bangga
karena mereka masih sangat bersemangat untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Yahhhh tapi pada intinya kampung saya adalah
kampung yang indah, kampung para pekerja keras, bukan dari sungai dan hutannya
saja yang indah tetapi semua masyarakat sana selalu membuat saya merindukan
suasana yang selalu saya nanti nantikan.
Indah lah terus indonesiaku.....
Oleh : Novi Pertiwi, MA 15 B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar