Kategori

Kamis, 30 Maret 2017

Pulang Kampung ke Palembang, Sumatra Selatan

Pergantian tahun kemarin, aku menghabiskan waktu disebuah kampung halaman. Kampung yang sangat sederhana, dan jauh dari kata metropolitan. Tidak ada gedung  yang bertingkat, tidak ada mall-mall serta cafe-cafe , bahkan disana tidak ada sorak sorai kemacetan. Mungkin hal itu semua yang selalu aku rindukan, suasana yang penuh dengan kedamaian dan kekeluargaan.


Ohiya kampung saya berada disebuah perbatasan antara lampung dan palembang, tetapi kampung  saya sudah masuk kedalam wilayah palembang sumatera selatan. Yaa.. kota pempek, jembatan ampera, dan sungai musi. Ikon dari kota palembang. Tetapi sayang kampung halaman saya jauh dari pusat perkotaan..  Harus menempuh berjam-jam untuk berada di titik tengah perkotaan.

Nama kampung saya Dusun Sungai Ceper,  entahh.. siapa yang memberi nama, yang jelas disana terbentang subuah sungai besar  nan luas, mungkin aku sering sebut itu adalah anak lautan.
Sungai itu sangat  luas dan sungai itulah yang menyatukan bermacam-macam desa, satu sungai tetapi beda desa, disana tidak ada kendaraan darat. Semua menggunakan kendaraan air karena memang sungai itulah yang menjadi akses masyarakat sana untuk beraktifitas.


Setiap setahun sekali saya dan keluarga pasti pergi berkunjung kesana untuk menemui sanak saudara, paman, bibi, serta sepupu-sepupu yang selalu saya rindukan. Karena orang tua saya selalu mengajarkan saya agar tidak pernah memutuskan tali silahturahmi.

Desa saya indah, sungguh sangat indah, tetapi saya sedih.. wilayah itu sangat jauh dari pusat perhatian pemerintah. Entah.. dimana pemerintah-pemerintah itu, bahkan untuk listrik pun wilayah itu sangat kesulitan untuk mendapatkannya. Tahun-tahun lalu masyarakat sana mendapatkan listrik dari bantuan PLTD (pembangkit listrik tenaga disel) memprihatinkan, tetapi PLTD kini dihentikan di tahun 2015. Dan mereka beralih ke listrik pada umumnya yang baru di terapkan, tetapi lagi-lagi saya ucapkan memprihatinkan, karena apa? Mereka hanya bisa menikmati listrik itu dari jam 16.00 s/d 23.00, ya hanya lima jam. Dan pagi jam 05.00 s/d 06.00, sedangkan di jam lain semua listrik padam. Dan yang lebih menyedihkannya lagi mereka harus membayar 10rb/hari, bayangkan jika 1bulan mereka menikmati listrik maka mereka harus membayar 300rb/bulan. Sedangkan mayoritas masyarakat sana tidak memiliki elektonik berarti. Mereka tidak memiliki AC, kulkas, bahkan mesin cuci. Yang mereka miliki hanya lampu dan televisi. Semoga pemerintah setempat lebih memperhatikan lagi wilayah itu.


Masyarakat sana sebagian besar adalah seorang buruh kayu dihutan, para nelayan, dan para petani. Dengan pekerjaan itu mereka dapat membiayai hidup. Dan saya bangga karena mereka masih sangat bersemangat untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Yahhhh tapi pada intinya kampung saya adalah kampung yang indah, kampung para pekerja keras, bukan dari sungai dan hutannya saja yang indah tetapi semua masyarakat sana selalu membuat saya merindukan suasana yang selalu saya nanti nantikan.

Indah lah terus indonesiaku.....


Oleh : Novi Pertiwi, MA 15 B

Tidak ada komentar:

Posting Komentar